kedaikopiProgram Studi Arsitektur Universitas Bandar Lampung (UBL) terus berkomitmen untuk menciptaan ruang publik melalui sebuah pertemuan dengan kalangan scholar, praktisi, politisi, pegiat dan warga melalui sebuah tradisi pemberian opini, gagasan dan pengalaman di Kedai Kopi. Dosen Program Studi Arsitektur UBL Dr. Eng. Fritz Akhmad Nuzir, S.T., M.A., pada kesempatan ini ikut terlibat dalam Konferensi Kedai Kopi yang diadakan di Kedai Kopi Pojok Top Ten, Kota Metro, pada tertanggal sabtu (28-1) hingga Minggu (29-1) mendatang. Dalam konfrensi itu juga dipamerkan karya pameran, pemutaran film dokumenter, pentas akustik,hingga pameran foto.

Konfrensi yang bertajuk Kota, Literasi dan Partisipasi, Fritz akan memberikan pemaparan materi Hak Atas Kota, bersama perwakilan Pemerintah Provinsi Lampung, Ir. Achmad Chrisna Putra, NR.M.EP., dan Ketua Jurusan di Stisipol Dharma Wacana Metro Ahmad Sutiyo S.Sos. “Saya dan pemateri lain akan menguraikan, segala problematika terkait ruang publik melalui media penyampaiannya (Konfrensi) terutama memberikan informasi dan mengekplorasi segala pandangan warga masyarakat,” Jelasnya, Selasa (3/1/2017).

Fritz mengaku sangat bersyukur dapat terlibat dalam konfrensi tersebut. Karena dapat berpartisipasi langsung, dalam perjumpaan fisik antar masyarakat, dari berbagai latar nilai, minat, dan tujuan yang sama terkait dengan penciptaan ruang publik. “Perjumpaan yang terjadi secara sukarela dan demokratis itu, dipercaya dapat membentuk ruang publik yang mandiri. Tentu, disertai dengan upaya memastikan bahwa setiap peserta memiliki akses yang luas, untuk menjadi pengusung opini publik,” Paparnya.

Terkait tema yang diangkat, pria yang juga Dekan FT UBL ini ingin memastikan, bahwa konsep materi yang disampaikan. Akan memberikan pencerahan bagi warga kota di Metro, maupun Lampung keseluruhan. Mengenai, hak atas kota masa depan kota, yang kini ada di tangan masyarakatnya. “Bila kita ingin kota tetap hidup, maka harus berpikir rasional dan melakukan desain (kota) sesuai fungsi ekologis dan keberdayaan warganya. Terminologi hak atas kota sendiri ini, pernah dikemukakan oleh sosiolog-cum filsuf Prancis, Henri Lefebvre,” Pungkas Fritz. (Rep. BMHK/Ed. AX)